Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui tetap banyak kekurangan pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19.
Karenanya, Jokowi pun mempersilahkan masyarakat untuk mengkritik pemerintah. Menurutnya, kritik yang membangun terlampau dibutuhkan untuk memenuhi tanggung jawab kepada rakyat.
Hal ini disampaikan Jokowi di dalam pidatonya di dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang bersama dengan DPR dan DPD di Gedung Parlemen, Jakarta terhadap Senin, 16 Agustus 2021 yang lalu.
Menanggapi pernyataan Jokowi, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pun angkat suara.
KontraS mengatakan, kecuali mantan Wali Kota Solo itu mempersilahkan kritik, maka semestinya terhitung menanggung tiap-tiap wujud kritik.
“Ketika Presiden @jokowi mempersilahkan kritik, juga kudu menanggung tiap bentuk kritik,” tulis KontraS.
KontraS mengaku menentang sejumlah langkah pemerintah yang diakui udah membatasi kebebasan masyarakat untuk berpendapat dan berekspresi.
Menurut mereka, sementara ini pemerintah tengah mengupayakan untuk menghambat kebebasan tersebut.
“KontraS menentang keras sejumlah langkah pemerintah di dalam upaya menghambat kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kami menilai bahwa pemerintahan kala ini punyai upaya yang tinggi dalam halangi kebebasan berpendapat dan berekspresi oleh masyarakat,” ujarnya.
KontraS menilai, pembatasan kebebasan berekspresi justru membuktikan bahwa negara tak lagi setia terhadap prinsip demokrasi dan merasa menunjukkan gelaja otoritarianisme.
“Pembatasan kebebasan berekspresi yang belakangan ada justru perlihatkan bahwa Negara tak ulang setia terhadap demokrasi, melainkan membuktikan tanda-tanda otoritarianisme,” tegasnya.
Berdasarkan information yang dimiliki, KontraS tunjukkan bahwa setidaknya ada 26 masalah pembatasan kebebasan berekspresi sejak Januari 2021 lalu, di antaranya yakni penghapusan mural, persekusi pembuat konten, dan penangkapan kritik PPKM.
Selain itu tersedia termasuk perburuan pelaku dokumentasi, penangkapan perihal kritik, dan penangkapan berdasarkan UU ITE.
Lebih lanjut, KontraS juga menyinggung penangkapan mahasiswa UNS yang membentangkan poster berisikan kritik untuk Jokowi pada Senin, 13 September 2021 lalu.
Saat itu, Jokowi diketahui tengah berada di Solo untuk menghadiri Dorum Rektor se-Indonesia di Auditorium Fakultas Kedokteran UNS.
KontraS mengatakan, penangkapan berikut memperlihatkan bahwa negara tidak memberi warganya ruang untuk berekspresi, terhitung untuk merespons kebijakan tertentu.
“Berangkat dari sejumlah pola pembatasan yang berjalan di berbagai ruang, hal ini menunjukkan bahwa Negara tidak menambahkan area ekspresi kritik warga negara pada kondisi yang dialami atau merespons sikap negara atas kebijakan tertentu,” tuturnya.
Tak tanggung-tanggung, KontraS terhitung menyebut bahwa Pemerintahan Jokowi tetap alergi dengan bermacam kritik yang disampaikan oleh masyarakat.