Infopenguasa.com – Presiden terpilih Prabowo Subianto baru-baru ini mengumumkan perubahan nomenklatur program unggulannya dari “Makan Siang Gratis” menjadi “Makan Bergizi Gratis.” Langkah ini memicu berbagai reaksi dari publik, terutama terkait alasan dan implikasinya terhadap masyarakat.
Juru bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyatakan bahwa perubahan ini bertujuan untuk memberikan makna yang lebih dalam pada program tersebut. “Jadi tentu yang ingin disediakan Pak Prabowo itu bukan hanya sekadar ‘makan’, namun makan yang bergizi dan gratis,” kata Dahnil dalam pesan video yang diterima pada Sabtu, 25 Mei 2024. Menurutnya, penekanan pada kata “bergizi” diharapkan dapat meningkatkan kualitas gizi anak-anak yang menerima bantuan ini.
Namun, tidak semua pihak sepakat dengan perubahan ini. Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan (PMMK) Bappenas, Amich Alhumami, memberikan penjelasan bahwa salah satu program unggulan pasangan Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024 ini akan mulai berjalan pada 2025. Amich menyebutkan bahwa anggaran yang dialokasikan untuk program ini cukup signifikan, yaitu sekitar Rp 20 ribu hingga Rp 21 ribu per anak. “Kami sudah menimbang dan menganalisis. Kira-kira Rp 20 ribu sampai Rp 21 ribu per anak,” kata Amich kepada Tempo pada 7 Mei 2024.
Anggaran tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan awal yang hanya sebesar Rp 15 ribu per anak. Kenaikan anggaran ini diklaim sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa menu makanan yang disediakan memenuhi standar nutrisi yang diperlukan anak-anak. Menu tersebut juga akan mencakup susu sebagai bagian dari asupan gizi harian.
Meski demikian, kritik terhadap program ini tidak terhindarkan. Beberapa pihak menilai perubahan nama ini hanya bersifat kosmetik tanpa ada perubahan signifikan dalam pelaksanaannya. Kritikus juga mempertanyakan efektivitas program ini dalam jangka panjang, terutama dengan adanya kenaikan anggaran yang dianggap belum tentu mencerminkan peningkatan kualitas.
Sejumlah pakar gizi dan kebijakan publik juga mengingatkan bahwa fokus pada kata “bergizi” dalam Makan Bergizi Gratis harus diimbangi dengan implementasi yang benar-benar memperhatikan kebutuhan gizi seimbang. “Tidak cukup hanya menaikkan anggaran dan menambahkan kata ‘bergizi’. Harus ada sistem yang memastikan makanan tersebut benar-benar memenuhi kebutuhan gizi anak-anak,” kata seorang ahli gizi yang enggan disebutkan namanya.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa kenaikan anggaran ini dapat membebani anggaran negara jika tidak dikelola dengan baik. “Anggaran negara harus digunakan dengan efisien. Jika tidak, program yang bagus di atas kertas bisa gagal di lapangan,” tambah ahli tersebut.
Dalam konteks yang lebih luas, perubahan nomenklatur ini juga menimbulkan pertanyaan tentang prioritas pemerintah dalam bidang pendidikan dan kesehatan anak-anak. Sejumlah aktivis menganggap bahwa selain program makan siang bergizi, pemerintah juga harus memastikan adanya program tambahan yang mendukung perkembangan anak secara keseluruhan, seperti pendidikan gizi, olahraga, dan layanan kesehatan.
Kendati demikian, masih ada harapan bahwa program ini, dengan segala kontroversi dan tantangannya, bisa memberikan dampak positif jika dijalankan dengan komitmen tinggi dan pengawasan ketat. Implementasi yang baik dan transparansi anggaran menjadi kunci keberhasilan program ini.
Dengan segala dinamika yang ada, publik kini menunggu realisasi program ini pada tahun 2025. Bagaimanapun juga, kualitas gizi anak-anak Indonesia menjadi taruhan penting dalam keberhasilan masa depan bangsa. Program “Makan Bergizi Gratis” harus membuktikan diri sebagai langkah konkret untuk memperbaiki kondisi gizi dan kesehatan generasi muda Indonesia.
Baca juga: Eks Anggota BPK Sewa Rumah Mewah untuk Sembunyikan Uang Suap Sebesar Rp40 Miliar
Sumber: Tempo.