LB Moerdani atau Leonardus Benyamin Moerdani adalah salah satu jenderal TNI yang mungkin ditakuti dan disegani banyak orang pada masanya. Ketika Benny Moerdani menjadi panglima ABRI di era Orde Baru, pecahlah peristiwa Tanjung Priok.
Sebelum diangkat menjadi Pangab oleh Presiden Suharto pada tahun 1983, LB Moerdani menjabat sebagai Asisten Intelijen Pertahanan dan Keamanan dan Asisten Intelijen Kopkamtib dan sebagai Wakil Direktur Badan Koordinasi Intelijen Nasional atau Bakin. Keputusan Soeharto mengangkat Benny Mordani sebagai panglima ABRI memicu perdebatan.
Beberapa orang berpikir bahwa karir militer Benny Mordani tidak lengkap, terutama pengalaman teritorial Benny Mordani yang kurang. Benny Moerdani tidak memiliki pengalaman kepemimpinan teritorial, dan tidak memiliki pengalaman pendidikan di Sekolah Komando Angkatan Darat atau Seskoad.
Benny Moerdani lebih ahli di bidang intelijen, hampir seluruh pengalaman Benny Moerdani berlangsung di pasukan khusus dan intelijen, yang kemudian membuat dikenal sebagai Si Raja Intel.Sejarah mencatat, jabatan tertinggi yang pernah dipegang Benny Moerdani sebagai komandan hanyalah komandan batalion sewaktu di Papua saat memimpin Operasi Naga.
Sedangkan Operasi militer skala besar yang pernah ditangani Benny adalah, bisa jadi, misi invasi ke Timor-Timur pada 1975. Inilah yang menyebabkan munculnya sentimen seakan-akan Benny langsung meloncat ke posisi Pangab dari jabatan intel sebelumnya.
Mantan Panglima Pangkopkamtib Jenderal (Purn.) Soemitro adalah salah satu pihak yang kasak-kusuk soal pengangkatan Benny Moerdani menggantikan Jenderal M. Jusuf. Menurut Soemitro, akan lebih baik bila Benny Moerdani terlebih dahulu diberi pengalaman memegang teritorial.
“Saya sarankan agar Benny dijadikan dulu Pangkowilhan (Panglima Komando Wilayah Pertahanan), jangan langsung jadi Pangab,” kata Soemitro, sebagaimana dikutip Salim Said dalam Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto.
“Tidak ada waktu lagi,” begitulah jawaban Soeharto kepada Soemitro, saat itu.
Soal pengangkatannya sebagai Pangab, Benny Moerdani sendiri juga tidak tahu-menahu alasannya. Menurut Wartawan Julius Pour, yang menuliskan buku Benny Moerdani, Profile of a Soldier Statesman, faktor yang cukup diperhitungkan soal pengangkatan Benny Moerdani adalah sedari muda dia telah ikut memanggul senjata dalam perang kemerdekaan semasa tentara pelajar. Benny menjadi figur representasi Angkatan 45 yang tersisa dengan pengalamannya tersebut.
Alasan lain, Benny Moerdani juga dianggap tak terpaut jauh dari perwira alumni AMN Magelang, yang tak memperoleh peluang berjuang dalam palagan era revolusi. Sebagai perwira generasi perantara, Benny menjadi pilihan terbaik yang dapat menjembatani kesinambungan dua generasi tersebut.
Menurut atase militer Australia di Jakarta saat itu, Robert Lowry, sebagaimana dikutip Salim Said, pilihan Soeharto terhadap Benny punya pertimbangan pragmatis, yaitu memperkecil potensi oposan. Benny Moerdani, selaku Pangab, ditugaskan untuk menghapus Kowilhan.
Selama belasan tahun, lembaga ini telah memberi tempat kepada sejumlah jenderal, laksamana, dan marsekal. Saat Benny Moerdani menjabat panglima, lembaga tersebut kemudian dibubarkan.
Selama menjadi Pangab, peran Benny cukup besar mendukung kedudukan Soeharto di puncak kekuasaan. Beberapa jasa Benny Moerdani saat menjabat sebagai Pangab adalah kepentingan negara terjaga, stabilitas politik jauh dari gaduh, dan keamanan masyarakat terjamin. Di sisi lain, LB Moerdani juga berperan dalam membungkam pihak-pihak yang bersuara kritis terhadap pemerintah.
Sesepuh TNI AD yang juga mantan Wakil KASAD pada 1973 hingga 1974 Sayidiman Suryohadiprodjo mengatakan masa LB Moerdani menjabat sebagai Panglima ABRI adalah masa yang paling aman untuk Presiden Soeharto. “Buat Pak Harto, Benny Moerdani sebagai Pangab waktu itu paling aman. Ya aman bagi Pak Harto terhadap pihak-pihak yang berusaha melawannya,” katanya.