InfoPenguasa.com – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mendapati dirinya terjebak dalam sorotan tajam publik setelah dugaan penyalahgunaan wewenang dalam proses pencabutan dan mereaktivasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit di beberapa wilayah. Ketika menjabat sebagai Ketua Satgas Penggunaan Lahan dan Investasi, Bahlil Lahadalia diduga melakukan tindakan yang merugikan negara dengan meminta imbalan uang hingga miliaran rupiah dari pihak-pihak terkait.
Menurut laporan yang dipublikasikan oleh Tempo, Bahlil Lahadalia diduga telah meminta sejumlah imbalan uang yang mencapai miliaran rupiah sebagai imbalan atas tugasnya dalam mencabut dan mereaktivasi IUP serta HGU lahan sawit. Tindakan ini mencuat ke permukaan bersamaan dengan pengungkapan bahwa Bahlil Lahadalia juga meminta porsi saham dari perusahaan-perusahaan yang terkena dampak pencabutan dan reaktivasi izin mereka.
Pencabutan IUP ini bukanlah hal yang kecil. Pemerintah telah mencabut sebanyak 2.078 IUP, yang terdiri dari 1.776 IUP perusahaan pertambangan mineral dan 302 IUP perusahaan pertambangan batu bara sepanjang tahun 2022. Tindakan tersebut mengakibatkan luas wilayah lahan yang terkena dampak mencapai sekitar 3,2 juta hektar (ha) yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia.
Alasan pencabutan izin ini sangat jelas. Para pemegang IUP tidak pernah menyampaikan rencana kerja mereka, meskipun izin sudah diberikan bertahun-tahun lamanya. Dalam konteks ini, tindakan pemerintah untuk mencabut izin tersebut dianggap sebagai langkah yang tepat untuk menghindari penyalahgunaan dan memastikan bahwa pemanfaatan lahan tambang dilakukan dengan memperhatikan aspek keberlanjutan serta manfaat maksimal bagi masyarakat.
Namun, kejadian ini telah menimbulkan keraguan terhadap integritas dan transparansi pemerintah dalam mengelola sektor pertambangan. Penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh pejabat tinggi seperti Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia menimbulkan keraguan akan keadilan dan keberlangsungan proses perizinan di Indonesia.
Selain itu, kontroversi ini juga menciptakan ketidakpastian bagi para investor baik domestik maupun asing yang berminat untuk berinvestasi dalam sektor pertambangan di Indonesia. Ketidakpastian hukum yang dihasilkan dari tindakan penyalahgunaan wewenang seperti ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi daya tarik investasi negara.
Meskipun pemerintah telah melakukan langkah-langkah untuk membersihkan sektor pertambangan dari praktik-praktik yang merugikan, tindakan yang diambil haruslah lebih tegas dan transparan. Masyarakat dan investor membutuhkan jaminan bahwa penegakan hukum akan dilakukan secara adil tanpa pandang bulu terhadap siapa pun, termasuk pejabat pemerintah yang terlibat dalam praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Dalam situasi seperti ini, keterbukaan informasi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk membangun kepercayaan publik dan memulihkan citra sektor pertambangan Indonesia di mata dunia internasional. Tanpa upaya sungguh-sungguh untuk membersihkan praktik-praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang, sulit bagi Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi pertumbuhan bisnis yang sehat dan berkelanjutan.
Baca juga: Jokowi Akan Mewariskan Beban Utang yang Berat, Tembus Rp.8. 253 Triliun!
Sumber: Bloomberg Technoz.