Kabar penyelundupan motor Harley-Davidson dan sepeda Brompton ke pesawat baru Garuda Indonesia menghebohkan publik di akhir tahun 2019 lalu. Teranyar, mantan Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia Ari Askhara menjadi tersangka dalam kasus tersebut.
Pesawat baru Garuda tipe Airbus A330-900 Neo disusupi sejumlah barang mewah yang tak dilaporkan, di antaranya motor Harley-Davidson dan sepeda Brompton. Kabar itu membuat geger lantaran pelaku penyelundupan adalah para direksi Garuda Indonesia yang melibatkan berbagai oknum.
Menteri BUMN Erick Thohir mengambil langkah tegas dengan memberhentikan sejumlah direksi yang terlibat. Erick secara resmi memberhentikan sementara seluruh direktur yang terlibat dalam kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton di pesawat Airbus A330-900 Neo pada Sabtu, 7 Desember 2019 lalu.
Diketahui ada empat direktur Garuda Indonesia yang ada di pesawat berisikan Harley Davidson. Mereka tidak mengantongi izin dinas dari kementerian. Berdasarkan manifest, keempat direktur tersebut adalah, I Gusti Ngurah Askhara atau Ari Askhara (Direktur Utama Garuda), Iwan Joeniarto (Direktur Teknik dan Layanan Garuda), Mohammad Iqbal (Direktur Kargo dan Pengembangan Usaha), dan Heri Akhyar (Direktur Capital Human).
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menjatuhkan denda Rp 100 juta kepada PT Garuda Indonesia Tbk. Denda diberikan terkait penyelundupan Harley-Davidson dan sepeda Brompton yang diangkut menggunakan pesawat baru Garuda Indonesia dari Perancis pada November 2019 lalu.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara saat itu, Polana B Pramesti, menjelaskan besaran denda Rp 100 juta kepada Garuda sudah sesuai dengan regulasi yang ada. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 78 Tahun 2017 tentang Ketidaksesuaian Flight Approval atau Data Penerbangan.
Skandal penyelundupan kendaraan mewah itu diselidiki Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Semua pihak yang terlibat skandal penyelundupan, tak terkecuali Ari Askhara, terancam pidana penjara.
“Hukumannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan,” kata Kasubdit Humas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu Deni Surjantoro kepada detikcom, Jumat (27/12/2019).
Menurut UU 17 tahun 2006 pasal 102, setiap orang yang mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest, membongkar barang impor di luar kawasan pabean, membongkar barang impor yang tidak tercantum dan seterusnya terancam pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 10 tahun. Selain itu tertera juga ancaman pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 5 miliar.
Tonton video ‘Sidang Eks Dirut Garuda, Penyanyi Iis Sugianto Jadi Saksi’: