Infopenguasa.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (HGR) dan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah Alwin Basri (AB) terkait dugaan kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang. Keduanya ditahan setelah berstatus tersangka dalam kasus yang melibatkan sejumlah proyek pengadaan dan permintaan dana.
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (19/2/2025), HGR dan AB tampak mengenakan rompi oranye bertuliskan “Tahanan KPK”. Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, menyatakan bahwa keduanya akan ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rutan KPK selama 20 hari, mulai 19 Februari hingga 10 Maret 2025.
“KPK telah menetapkan HGR dan AB sebagai tersangka serta menahan mereka untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut,” ujar Ibnu dalam keterangannya.
Penyidik KPK menduga HGR dan AB menerima sejumlah uang dari tiga perkara utama. Pertama, kasus pengadaan meja dan kursi fabrikasi untuk sekolah dasar di Dinas Pendidikan Kota Semarang pada 2023, di mana keduanya diduga memperoleh Rp1,7 miliar. Kedua, pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan tahun 2023, dengan dugaan aliran dana Rp2 miliar kepada AB. Ketiga, permintaan uang kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, yang disebut mencapai Rp2,4 miliar.
Atas dugaan tersebut, keduanya dijerat dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, KPK telah lebih dahulu menahan dua tersangka lain dalam kasus ini, yakni Martono, Direktur PT Chimarder777 dan PT Rama Sukses Mandiri, yang juga menjabat Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Semarang, serta Rachmat Utama Djangkar, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa P. Keduanya ditahan sejak Jumat (17/1/2025) selama 20 hari hingga 5 Februari 2025.
Martono diduga terlibat dalam pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan, sementara Rachmat diduga memberikan suap terkait pengadaan meja dan kursi fabrikasi untuk sekolah dasar di Dinas Pendidikan Kota Semarang.
KPK terus mendalami kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain. “Kami masih mengembangkan penyelidikan untuk menelusuri aliran dana serta pihak-pihak lain yang turut terlibat,” ungkap Ibnu.
Kasus ini menjadi perhatian publik, mengingat korupsi di sektor pendidikan dan pengelolaan anggaran daerah dapat berdampak luas terhadap pelayanan masyarakat. KPK menegaskan komitmennya dalam memberantas tindak pidana korupsi serta memastikan transparansi dalam penggunaan anggaran negara.