Infopenguasa.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi mencopot Rahmady Effendy Hutahaean (REH) dari jabatannya sebagai Kepala Bea Cukai Purwakarta. Keputusan ini diambil setelah Kementerian Keuangan melakukan pemeriksaan internal menyeluruh terhadap REH. Pencopotan ini diumumkan oleh Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, pada Senin (13/5).
Pemeriksaan internal ini dipicu oleh laporan dari Andreas, pengacara di Eternity Global Law Firm. Andreas menuduh REH tidak menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dengan benar. Menurut Nirwala, pemeriksaan menemukan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang dan indikasi benturan kepentingan yang dilakukan oleh REH.
“Pencopotan REH dari jabatannya dilakukan sejak Kamis, 9 Mei 2024, untuk mendukung kelancaran pemeriksaan internal atas dugaan pelanggaran tersebut. Hasil pemeriksaan awal kami menunjukkan adanya indikasi benturan kepentingan dan kemungkinan penyalahgunaan wewenang,” kata Nirwala dalam keterangan resmi.
Lebih lanjut, Nirwala menegaskan bahwa pemeriksaan internal ini adalah bagian dari upaya Bea Cukai untuk mewujudkan organisasi yang akuntabel. Bea Cukai juga akan meninjau kelengkapan dan akurasi LHKPN yang dilaporkan oleh REH.
“Pemeriksaan lebih lanjut akan fokus pada indikasi tersebut, termasuk mengevaluasi kelengkapan dan keakuratan pelaporan LHKPN-nya. Ini merupakan bagian dari mekanisme kami untuk merealisasikan tata kelola organisasi yang baik,” jelas Nirwala.
Sementara itu, untuk menjaga kelancaran operasional, Bea Cukai akan segera menunjuk pelaksana harian pengganti REH. “Kami akan segera menunjuk Pelaksana Harian Kepala Kantor agar operasional kantor tersebut tetap berjalan lancar,” ujar Nirwala.
Dugaan terhadap REH muncul setelah Andreas melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas ketidakjelasan dalam laporan kekayaannya. Andreas menduga bahwa Rahmady tidak melaporkan seluruh hartanya dalam LHKPN. Masalah ini bermula dari transaksi bisnis antara Rahmady Effendy dan klien Andreas, Wijanto Tirtasana, pada tahun 2017.
Menurut Andreas, Rahmady memberikan pinjaman sebesar Rp 7 miliar kepada Wijanto dengan syarat bahwa istri Rahmady harus dijadikan komisaris utama dan pemegang saham 40 persen di perusahaan Wijanto. Namun, pinjaman tersebut diduga tidak dilaporkan dalam LHKPN. Pada tahun 2017, Rahmady hanya melaporkan kekayaan sebesar Rp 3,2 miliar, dan hingga 2022 total kekayaannya hanya mencapai Rp 6,3 miliar.
“Jadi yang kami pertanyakan, apakah pinjaman Rp 7 miliar ini dilaporkan ke LHKPN atau tidak?” ungkap Andreas dengan tegas.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas di lingkungan pemerintahan. Dugaan penyalahgunaan wewenang dan ketidakjujuran dalam pelaporan kekayaan bisa merusak kepercayaan publik terhadap institusi negara. Tindakan tegas dari Menteri Keuangan ini diharapkan bisa menjadi contoh bahwa pelanggaran semacam itu tidak akan ditoleransi.
Kementerian Keuangan dan Bea Cukai terus melakukan investigasi mendalam terkait kasus Rahmady Effendy ini. Pemeriksaan internal yang sedang berlangsung diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan sanksi yang sesuai bagi pihak yang terbukti bersalah. Langkah ini juga diharapkan dapat meningkatkan integritas dan profesionalisme dalam tubuh Bea Cukai serta instansi pemerintah lainnya.
Dengan demikian, masyarakat berharap agar pemerintah dapat menjaga transparansi dan integritas dalam menjalankan tugas-tugasnya, demi terciptanya kepercayaan publik yang lebih baik.
Baca juga: Kritik Tajam! Masyarakat Tebar Lele di Jalan Rusak Serukan Kegagalan Pejabat Lampung Timur
Sumber: Kumparan.