Infopenguasa.com – Pada Sabtu, 15 Maret 2025, rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI bersama pemerintah yang membahas revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, mengalami gangguan. Tiga individu yang mengatasnamakan diri sebagai Koalisi Reformasi Sektor Keamanan mendatangi lokasi rapat dan menuntut penghentian pertemuan tersebut. Mereka mempersoalkan sifat tertutupnya rapat tersebut dan khawatir bahwa RUU TNI yang dibahas dapat mengembalikan dwifungsi ABRI.
Salah satu perwakilan aksi, Andrie, menyatakan bahwa mereka menolak pembahasan yang dilakukan secara tertutup. Ia menekankan bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan yang seharusnya dijunjung dalam proses legislasi. Mereka juga menolak kemungkinan kembalinya dwifungsi ABRI melalui revisi UU TNI yang sedang dibahas.
Akibat insiden tersebut, pihak keamanan Hotel Fairmont melaporkan kejadian itu ke Polda Metro Jaya. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengonfirmasi bahwa laporan diterima pada hari yang sama. Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA. Pelapor, seorang sekuriti hotel berinisial RYR, melaporkan dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum dan perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan. Terlapor dalam kasus ini masih dalam penyelidikan.
Ade Ary menjelaskan bahwa sekitar pukul 18.00 WIB, tiga orang yang mengaku dari Koalisi Masyarakat Sipil memasuki Hotel Fairmont. Mereka melakukan orasi di depan pintu ruang rapat pembahasan revisi UU TNI, menuntut agar rapat tersebut dihentikan karena dianggap dilakukan secara diam-diam dan tertutup. Atas kejadian tersebut, pelapor merasa dirugikan.
Menanggapi laporan tersebut, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya Saputra, menyatakan bahwa pihaknya masih memverifikasi laporan tersebut kepada kepolisian. Dimas menilai bahwa pasal-pasal yang disangkakan dalam laporan tersebut terkesan dipaksakan. Ia menekankan bahwa dalam aksi tersebut, mereka telah melewati pemeriksaan keamanan hotel dan tidak membawa barang-barang yang berpotensi membahayakan. Selain itu, orasi yang dilakukan hanya sebatas penyampaian tuntutan tanpa ada nada ancaman.
Dimas berharap bahwa pelaporan ini dapat diredam dan menekankan bahwa apa yang mereka lakukan sudah sesuai dengan koridor penyampaian pendapat di muka umum. Ia juga menekankan pentingnya para pembuat kebijakan untuk lebih berhati-hati dalam membuat peraturan atau produk legislasi agar tidak menghasilkan produk yang cacat.
Sebelumnya, pada 11 Maret 2025, Komisi I DPR RI dan pemerintah sepakat membentuk Panja untuk membahas RUU TNI. Kesepakatan ini dicapai dalam rapat kerja antara Komisi I DPR bersama Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas yang mewakili pemerintah. Rapat tersebut digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Dalam rapat perdana tersebut, Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, ditetapkan sebagai Ketua Panja RUU TNI. Anggota Panja RUU TNI terdiri dari 18 anggota yang berasal dari berbagai fraksi di DPR.
Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, menargetkan bahwa pembahasan revisi UU TNI dapat selesai sebelum masa reses DPR. Ia berharap bahwa pembahasan ini dapat diselesaikan pada bulan Ramadan. Untuk itu, Kementerian Pertahanan telah menugaskan Sekjen Kementerian Pertahanan untuk memimpin kelompok kerja yang akan membahas tiga pasal utama dalam revisi tersebut.
Revisi UU TNI ini sebelumnya telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2025. Pada 18 Februari 2025, DPR RI dalam rapat paripurna menetapkan revisi UU TNI masuk dalam Prolegnas prioritas 2025 dan menugaskan Komisi I DPR untuk membahasnya bersama pemerintah. Pembahasan revisi UU TNI ini menjadi sorotan karena disinyalir bakal membuka pintu bagi anggota TNI untuk menduduki lebih banyak jabatan sipil. Selain itu, muncul wacana untuk menghapus larangan bagi anggota TNI untuk berbisnis. Banyak pihak khawatir, ketentuan-ketentuan tersebut dapat mengembalikan dwifungsi militer seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.
Insiden penggerudukan rapat Panja RUU TNI di Hotel Fairmont ini menambah dinamika dalam proses pembahasan revisi UU TNI. Diharapkan semua pihak dapat menahan diri dan mengikuti prosedur yang ada agar proses legislasi dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan produk hukum yang sesuai dengan kepentingan nasional.