Infopenguasa.com – Pemecatan Effendi Simbolon dari keanggotaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memicu sorotan tajam terhadap dinamika politik internal partai. Langkah tegas tersebut diumumkan setelah Effendi diduga mengambil jalur politik yang berseberangan dengan PDIP usai bertemu Presiden Joko Widodo.
Juru Bicara DPP PDIP Aryo Seno Bagaskoro menjelaskan, keputusan ini diambil karena Effendi dianggap melanggar nilai dan gagasan yang menjadi dasar partai. “Dalam berpartai, setiap kader harus memegang teguh nilai dan gagasan partai. Langkah politik yang tidak sesuai prinsip partai jelas tidak bisa ditoleransi,” ujar Seno, Minggu (1/12).
Seno menyoroti pertemuan Effendi dengan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, sebagai titik awal perbedaan sikap politik tersebut. Menurutnya, keputusan politik Effendi setelah pertemuan itu tidak sesuai dengan rekomendasi partai.
“Pak Effendi Simbolon bertemu dengan Pak Jokowi, lalu mengambil langkah politik yang berbeda. Ini bukan sekadar bertemu tokoh politik biasa, tetapi bertemu dengan Pak Jokowi yang belakangan ini sering dikritik berbagai pihak,” tegas Seno.
Ia juga menilai komunikasi politik Effendi dengan Jokowi sebagai tindakan yang tidak bisa diterima. “Hal ini tidak bisa dikompromi. PDIP selalu konsisten mengambil langkah tegas terhadap kader yang tidak taat pada garis partai,” tambahnya.
Baca juga: KPK Hadapi Tantangan Berat Tangkap Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dalam OTT
Pemecatan Effendi semakin menjadi perhatian setelah ia mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono dalam Pilgub Jakarta 2024. Langkah ini dianggap bertentangan dengan sikap resmi PDIP, yang menjadi alasan utama pemberhentiannya.
Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengonfirmasi bahwa Effendi resmi diberhentikan sebagai kader. “Effendi Simbolon sudah tidak lagi menjadi anggota PDIP. Ia melanggar kode etik dan AD/ART partai,” ujar Djarot.
Dalam pernyataannya, Seno juga menyinggung peran Jokowi dalam persoalan politik di tanah air. Ia menyebut mantan gubernur DKI Jakarta itu sering menjadi sorotan atas langkah-langkahnya yang dianggap kontroversial.
“Maka, ketika Pak Effendi memilih berkongkalikong dengan Pak Jokowi, ini menjadi isu serius yang tidak bisa dibiarkan. PDIP harus mengambil langkah tegas demi menjaga konsistensi dan integritas partai,” jelas Seno.
Pemecatan ini memunculkan beragam reaksi, termasuk kritik bahwa PDIP terlalu keras terhadap kader yang berbeda pandangan. Namun, partai berlambang banteng itu menegaskan pentingnya menjaga disiplin di internal organisasi.
Effendi Simbolon, yang selama ini dikenal sebagai politisi vokal, kini menghadapi tantangan baru di luar PDIP. Sikap politiknya yang berubah usai bertemu Jokowi menjadi salah satu penyebab ia kehilangan posisi dalam partai yang membesarkannya.
Kejadian ini menambah daftar panjang konflik internal partai yang mencerminkan ketegangan antara kepentingan individu dan loyalitas kepada organisasi. PDIP, di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, kembali menunjukkan bahwa tidak ada toleransi bagi kader yang dinilai tidak sejalan.
Dinamika ini juga memicu pertanyaan tentang bagaimana partai politik di Indonesia mengelola perbedaan pandangan di tengah tantangan demokrasi yang semakin kompleks.