Jakarta – Faisal Basri, ekonom senior di Universitas Indonesia, telah mengidentifikasi beberapa masalah pangan di negara ini dan memperkirakan bahwa pemerintah masih enggan mengembangkan cost generation untuk menjaga stabilitas pangan.
“Persoalannya pemerintah tidak melaksanakan perannya sendiri, tidak mau keluar ongkos untuk stabilisasi harga. Tidak ada satu pun item subsidi stabilisasi harga pangan di APBN,” ujar Faisal dalam webinar PATAKA, Kamis, 26 Agustus 2021.
Pengaturan untuk menjaga keseimbangan harga agar tidak terjadi lonjakan inflasi dilakukan melalui sejumlah cara seperti penetapan harga eceran tertinggi atau HET sampai pembentukan Satgas Pangan. Faisal melihat pada praktiknya, kebijakan yang disusun pemerintah justru membelenggu petani atau masyarakat kelas bawah.
Kebijakan ini, kata Faisal, juga kerap mengkriminalisasi petani dan menjadi contoh razia dan penangkapan warga di tingkat rumat tangga karena menjual beras dalam karung kilogram karena dianggap ilegal. Mereka melanggar aturan.
Menurut Fiasal, alih-alih melarang, pemerintah semestinya mengatur. Pemerintah, kata dia, harus menggunakan kaidah-kaidah yang lebih rasional untuk menjaga keseimbangan.
“Pemerintah ingin harga tidak naik, inflasi tidak melonjak. Tapi bukannya menggunakan kaidah-kaidah yang rasional, karena kalau kaidah rasional ditinggalkan pasar yang akan bereaksi negatif, pemerintah justru menggunakan instrumen kriminalisasi,” kata Faisal dikutip dari Tempo.co.
Faisal selanjutnya menyoroti peran pemerintah untuk menjaga keberlangsungan usaha Perusahaan Umum Bulog. Selama ini dalam menyerap gabah, Bulog kerap melakukan pengadaan menggunakan pinjaman yang dibebani bunga komersial.
Bulog berada dalam posisi yang sulit karena sebagai organisasi yang mendukung pasokan pangan nasional, perusahaan juga harus menggunakan kemampuanya untuk berbisnis dan tidak merugi.
“Selama ini Bulog hanya di hulu, namun sekarang ingin ke hilir untuk mengimbangi agar tidak rugi. Karena kan kalau rugi dipentung juga sama pemerintah. Jadi apakah Bulog itu lembaga stabilitator? Kalau iya, apa ada ongkos stabilisasi?” kata Faisal.
Di sisi lain, pemerintah pun dianggap tidak konsisten dalam mengatur komoditas. Untuk beras, pemerintah membagi komoditas ini berdasarkan kualitasnya, seperti beras medium dan premium. Sementara untuk gula, pemerintah memberlakukan secara seragam atau tidak terdapat perbedaan level.
Faisal Basri berharap pemerintah memiliki organisasi super yang bisa menyelesaikan masalah pangan secara tuntas. Administrasi Makanan Nasional yang baru dibuat tidak dianggap anjing karena fungsinya yang terbatas.