Saya pribadi mengenal Munarman ketika dia menjadi ketua yayasan lembaga bantuan hukum Indonesia. Sikapnya yang temperamental dan otoriter tidak membuat YLBHI berkembang dan akhirnya dia mengundurkan diri dari lembaga tersebut.
Entah karena motivasi apa akhirnya Munarman bergabung ke FPI dan mendapat kepercayaan Rizieq Shihab sebagai sekretaris jenderal. Mulai saat itulah FPI yg tadinya ormas Islam yang kerjanya grebek sana grebek sini dengan sikap premanismenya berubah pelan-pelan menjadi organisasi politik praktis.
Pintu gerbang masuknya mereka ke dunia politik adalah ketika perhelatan pilkada DKI. Dimulai dari menggoreng habis marasi Ahok tentang surat Al-Maidah, mulailah mereka memperlihatkan wajah aslinya yang ingin merebut kekuasaan dengan modal propaganda agama. Mereka memakai wajah MUI dengan slogan “bela fatwa ulama”.
MUI dan ulama-ulama digiring masuk, seolah mereka bagian dari FPI dengan wajah gerakan politik 212. Kepentingan berbeda dengan satu tujuan. FPI ingin mengubah ideologi negara, sementara sebagian ulama hanya ingin meluruskan persoalan narasi yang menurut mereka keliru tentang pernyataan Ahok terkait surat Al-Maidah yang debatable itu. Framing tentang Al-Maidah berhasil menjungkalkan Ahok
Munarman bukan ulama, dan banyak pengurus FPI yang juga bukan ulama, tapi hanya oknum-oknum yang memakai sorban dan mendadak di-framing sebagai ulama.
Munarman yang aktivis hukum dengan kecerdasannya mulai berpikir lebih jauh lagi. Berkat kemenangan satu langkah di pilkada DKI, aktivis hukum ini berhasil “mengelabui” para ulama yang selama ini tidak masuk ke ranah politik praktis ke dalam perangkap framing “bela Islam”.
Maka dihadap-hadapkan lah Jokowi yang di-framing musuh Islam dan Prabowo yang mereka framing bela Islam. Itulah liciknya Munarman yang berhasil meyakinkan Rizieq Shihab dengan iming-iming suatu saat bisa jadi presiden, minimal menjadi ketua Wantimpres (king maker) pemerintah.
Alhamdulilah Allah SWT memberikan rezekinya kepada Jokowi dan Ma’ruf Amin untuk kemaslahatan bangsa menjaga keutuhan NKRI, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, dan tetap mempertahankan Pancasila dan bhineka tunggal ika sebagai alat pemersatu.
Kandaslah ambisi licik Munarman yang ingin mengganti dasar negara Pancasila dengan sistem khilafah melalui framing dengan menjual habis agama dan para ulama yang dia opinikan sebagai bagian dari FPI.
Rakyat Indonesia yang saya cintai, sejatinya Munarman itu bukan seorang ulama dan bukan muslim yang memiliki ilmu agama yang mumpuni. Dia adalah seorang mantan pengacara yang pernah bergabung di YLBHI dan karena kecerdasannya dia berhasil saling menggunakan dengan Rizieq Shihab untuk mengkhilafahkan Indonesia dan menjadikan Rizieq Shihab sebagai bonekanya dalam mencapai kekuasaan. Kasihan Rizieq yang masuk perangkap politik praktis dengan iming-iming kursi presiden.
Menurut saya sudah benar polisi menangkap Munarman, otak kegaduhan SARA yang membenturkan semua pihak dengan terus-menerus membuat kegaduhan di Republik yang kita cintai ini. Densus 88 tentu tidak akan gegabah menangkap yang bersangkutan tanpa alat bukti yang jelas.
Kepada seluruh masyarakat yang pernah tergiring opini tentang bela Islam harusnya sadar, masuknya Prabowo dan Sandiaga Uno ke dalam kabinet Jokowi – Ma’ruf, karena sesungguhnya mereka telah sadar kepentingan bangsa akan keutuhan NKRI lebih penting dari kekuasaan sejenak. Dan yang lebih penting lagi mereka semakin tahu ada grand design mengganti Pancasila dengan khilafah dan mereka hanya akan dijadikan alat.
Sekali lagi Munarman bukan ulama, dan banyak pengurus FPI yang juga bukan ulama, tapi hanya oknum-oknum yang memakai sorban dan mendadak di-framing sebagai ulama.