InfoPenguasa.com – Sebanyak sebelas orang, termasuk pegawai dan staf ahli di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), ditangkap oleh pihak kepolisian terkait kasus judi online yang mencoreng nama baik instansi pemerintah. Penangkapan ini menimbulkan keprihatinan mendalam, mengingat seharusnya pegawai negeri menjadi contoh dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Salah satu pegawai yang terlibat, yang identitasnya belum diungkap, mengungkapkan pengakuan mengejutkan. Ia mengklaim bertanggung jawab atas 5.000 situs judi online, di mana 4.000 di antaranya dilaporkan ke atasan untuk diblokir. Namun, sebanyak 1.000 situs lainnya tetap “dijaga” agar tidak terkena pemblokiran. “Dibina (1.000). Dijagain, Pak, supaya gak ke blokir,” ujarnya saat diinterogasi oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, di kawasan Rose Garden, Kota Bekasi, pada Jumat (1/11).
Lokasi yang menjadi pusat kegiatan ilegal ini adalah sebuah ruko yang dijadikan kantor satelit di Rose Garden. Dalam penggerebekan pada Jumat tersebut, polisi menemukan fakta mengejutkan mengenai besarnya keuntungan yang didapat oleh pegawai Komdigi dari praktik ilegal ini. Pelaku mengaku mendapatkan keuntungan sekitar Rp 8,5 juta dari setiap situs judi online yang tidak diblokir. Jika dihitung dari 1.000 situs, total keuntungan yang diperoleh bisa mencapai Rp 8,5 miliar dalam sebulan. Pengakuan ini semakin memperjelas betapa korupnya praktik yang dilakukan di dalam institusi yang seharusnya menjaga kepentingan publik.
Lebih mencengangkan lagi, pegawai tersebut bahkan mengaku mampu membayar gaji sejumlah karyawan yang bertugas sebagai admin dan operator dengan imbalan Rp 5 juta per bulan. Ini menunjukkan betapa merasuknya budaya korupsi dalam struktur Kementerian Komunikasi dan Digital, di mana pegawai seharusnya berfokus pada penegakan hukum dan keamanan informasi, malah terlibat dalam kegiatan yang melanggar hukum.
Baca juga: Suap di Balik Kasus Ronald Tannur, Kejaksaan Agung Temukan Rp 20 Miliar
Menurut keterangan, para pegawai bekerja di ruko tersebut dari pukul 08.00 WIB hingga 20.00 WIB, tanpa sepengetahuan atasan. “Tidak ada, Pak (sepengetahuan kantor),” tegasnya saat ditanya mengenai izin dari pimpinan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengawasan internal dalam Kementerian, yang seharusnya lebih ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
Hingga kini, sebelas orang telah ditangkap oleh polisi dalam kasus judi online ini, di mana sepuluh di antaranya merupakan pegawai dan staf ahli di Komdigi. Penangkapan ini menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang di dalam kementerian, yang tidak hanya merugikan negara tetapi juga merusak citra publik terhadap pemerintah. Sebagai lembaga yang bertugas mengawasi dan memblokir situs judi online, para pegawai seharusnya menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab, bukan malah mencari keuntungan pribadi dari praktik ilegal.
Kasus ini mencerminkan perlunya evaluasi mendalam mengenai sistem pengawasan dan akuntabilitas di Kementerian Komunikasi dan Digital. Publik kini menantikan tindakan tegas dari pemerintah untuk menindaklanjuti kasus ini dan memastikan bahwa tindakan serupa tidak terulang di masa depan. Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan publik yang bersih dan transparan, bukan terjebak dalam praktik korupsi yang merugikan.