JAKARTA, KOMPAS.com – Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla berharap, ke depan tak ada lagi perundungan terhadap akademisi yang berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN) dan memberikan pandangan kritis terhadap pemerintah.
Menurut dia, pandangan alternatif dari akademisi akan selalu dibutuhkan pemegang kekuasaan agar negara tak jadi otoriter.
Hal ini Kalla sampaikan menanggapi pelaporan eks Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin, ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) oleh Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni ITB.
“Bayangkan kalau tidak ada akademisi ini membukakan jalan alternatif, maka negeri akan jadi otoriter,” kata Kalla melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (15/2/2021).
Kalla mengatakan, jika ada yang mempersoalkan status Din sebagai ASN dikaitkan dengan pandangan kritisnya ke pemerintah, maka pihak tersebut tak paham undang-undang.
Menurut dia, Din tak melanggar kode etik ASN hanya karena kerap mengkritik pemerintah. Sebab, sebagai ASN Din tidak berada di struktur pemerintahan, tapi fungsional akademis.
Kalla menjelaskan, ASN terbagi menjadi dua. Pertama, yang berada di struktur pemerintahan dan tidak boleh mengkritik pemerintah.
Kedua, ASN fungsional akademis seperti dosen dan sebagainya. Dalam hal ini Din merupakan ASN fungsional akademis.
Ketika seorang akademisi memberikan pandangan yang bertentangan dengan pemerintah, kata Kalla, hal itu tak melanggar etika ASN. Sebab, tugas akademisi adalah memberikan pandangan lain sesuai dengan dengan latar keilmuan.
“Ini bukan soal etik mengkritik sebagai ASN tapi dia mempergunakan suatu keilmuannya untuk membicarakan sesuatu,” terangnya.
Menurut Kalla, ASN berprofesi dosen yang berpandangan kritis ke pemerintah bukan hanya Din saja. Ia menyinggung dosen Universitas Indonesia, Faisal Basri, yang juga kerap menyampaikan kritik ke pemegang kuasa.
Bahkan, kata Kalla, majelis rektor dari seluruh Indonesia terkadang membuat pandangan yang berbeda dari pemerintah dan hal itu bukan masalah.
Untuk itu, Kalla meminta semua pihak menghormati pandangan Din yang merupakan padangan professional.
“Kalau seorang akademisi walaupun dia seorang ASN kemudian mengemukakan pandangannya meskipun berbeda dengan pemerintah, itu pandangan profesi dan kita harus hormati itu,” kata Kalla.
Untuk diketahui, Gerakan Anti Radikalisme (GAR) Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) melaporkan Din Syamsuddin kepada KASN dan BKN atas dugaan pelanggaran disiplin ASN, Selasa (10/11/2020).
Juru Bicara GAR ITB Shinta Madesari mengatakan, laporan tersebut sudah dirilis sejak 28 Oktober 2020 dan dikirim melalui email dan pos ke semua tujuan yang ada di dalamnya.
“Sebagai tindak lanjut dari pelaporan tersebut, Selasa 10 November kemarin kami menghadap Ketua KASN untuk menyampaikan laporan tertulis secara langsung agar dapat segera ditindaklanjuti oleh KASN,” kata Shinta saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (13/11/2020).