Infopenguasa.com – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Ditjen Binwasnaker & K3), Irvian Bobby Mahendro Putro, menjadi sorotan publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka. Ia diduga menerima aliran dana sekitar Rp69 miliar terkait pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sejak 2019 hingga 2025.
Meski begitu, berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan ke KPK, Irvian hanya melaporkan kekayaan senilai Rp3,9 miliar pada 2 Maret 2022. Jumlah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan nilai dugaan hasil pemerasan yang diungkap lembaga antirasuah.
Dalam laporannya, Irvian mencatat kepemilikan tanah dan bangunan seluas 145 meter persegi di Jakarta Selatan dengan nilai Rp1,27 miliar. Aset itu berstatus hibah tanpa akta. Selain itu, ia juga melaporkan satu unit mobil Mitsubishi Pajero tahun 2016 dengan nilai Rp335 juta. Harta lain yang tercatat berupa barang bergerak senilai Rp75 juta serta kas dan setara kas Rp2,2 miliar.
Total harta Irvian tercatat meningkat dibandingkan laporan sebelumnya. Pada 2021, ia melaporkan kekayaan Rp2,07 miliar, sedangkan pada 2020 senilai Rp1,95 miliar. Namun, angka tersebut tetap jauh dari dugaan penerimaan puluhan miliar rupiah yang kini diselidiki KPK.
Kasus dugaan pemerasan sertifikasi K3 terungkap setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 20-21 Agustus 2025 di Jakarta. Dalam operasi senyap itu, penyidik menyita berbagai barang bukti, termasuk 15 unit kendaraan roda empat. Dari jumlah tersebut, 12 mobil diduga milik Irvian.
Selain Irvian, KPK juga menetapkan 10 orang lainnya sebagai tersangka. Mereka terdiri atas pejabat di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan hingga pihak swasta. Nama-nama yang ikut diproses hukum antara lain mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer, Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi K3 Gerry Aditya Herwanto Putra, serta beberapa pejabat struktural seperti Subhan, Anitasari Kusumawati, Fahrurozi, dan Hery Sutanto.
Daftar tersangka juga mencakup Sekarsari Kartika Putri, Supriadi, serta dua perwakilan dari PT Kem Indonesia yakni Temurila dan Miki Mahfud. Seluruhnya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK menegaskan para tersangka akan menjalani masa penahanan awal selama 20 hari hingga 10 September 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih. Penyidik juga terus menelusuri aliran dana yang diduga diterima dari praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 tersebut.
Kasus ini menambah daftar panjang pejabat yang tersandung persoalan gratifikasi dan pemerasan terkait layanan publik. Perbedaan signifikan antara laporan kekayaan resmi dan temuan KPK menjadi salah satu titik perhatian dalam proses penyidikan.
Kini, publik menunggu langkah lanjutan dari KPK, termasuk potensi penyitaan aset tambahan serta kemungkinan keterlibatan pihak lain yang belum terungkap. Penegakan hukum diharapkan berjalan transparan agar memberikan kepastian dan keadilan bagi masyarakat.








