Bareskrim Polri menetapkan Ketua Relawan Profesional Jaringan Mitra Negara (Projamin) Ambroncius Nababan sebagai tersangka kasus rasial terhadap Natalius Pigai. Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) mengapresiasi Polri yang telah menindak tegas Ambroncius Nababan.
“Walaupun yang bersangkutan sudah meminta maaf kepada Bang Natalius Pigai dan masyarakat Papua, kami melihat penting untuk tetap melanjutkan proses hukum dan menahan yang bersangkutan sebagai tersangka. Begitu juga diusut lebih lanjut pelaku-pelaku yang mendukung ujaran rasis tersebut dan ikut menyebarkannya melalui media sosial. Agar ada efek jera dan ke depannya tidak lagi terulang peristiwa yang sama,” ujar Sekretaris Umum DPP GAMKI Sahat Martin Philip Sinurat, dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (26/1/2021).
Sahat menyatakan GAMKI menolak dengan tegas segala bentuk pemikiran dan stigma diskriminatif terhadap perbedaan ras dan etnis. Tindakan diskriminatif terhadap suku, agama, ras, dan antargolongan bertolak belakang dengan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam Pancasila.
“Diskriminasi terhadap ras dan etnis, baik dalam ucapan, tindakan, bahkan pemikiran, sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kesetaraan seperti yang termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945,” tegas Sahat.
Lebih lanjut Sahat meminta warga Papua tidak perlu terpancing atas pernyataan Ambroncius Nababan. Menurutnya, pernyataan Ambroncius Nababan adalah pandangan pribadi, bukan mewakili masyarakat dari suku Batak.
Ketua Umum DPP GAMKI Willem Wandik (kiri) dan Sekretaris Umum DPP GAMKI Sahat Martin Philip Sinurat (Foto: dok. Istimewa)
|
“Dalam kesempatan ini, saya sampaikan juga kepada Saudara-Saudari saya orang asli Papua, apa yang dikatakan oleh Ambroncius Nababan adalah pernyataan pribadi, bukan mewakili masyarakat dari etnis Batak,” kata Sahat, yang merupakan pria berdarah Batak.
Sementara itu, Ketua Umum DPP GAMKI Willem Wandik menyampaikan bahwa perbedaan pandangan terkait kebijakan pemerintah adalah hal yang wajar dan seharusnya dihadapi dengan dewasa dan bijaksana, bukan justru menyerang pribadi dari pihak yang berbeda.
“Perbedaan pendapat sah-sah saja sebagai wujud dari demokrasi dan kebebasan berpendapat. Yang penting disampaikan dengan baik dan tidak tendensius. Namun tidak bisa dibenarkan ketika sudah menyentuh privasi seseorang ataupun hal-hal yang berkaitan dengan SARA. Marilah kita dewasa dalam perbedaan pandangan,” kata Wandik, yang merupakan anggota DPR RI dari Dapil Papua.
Wandik mengimbau seluruh masyarakat menghilangkan stigma diskriminatif perbedaan ras dan etnis yang dapat memecah belah persatuan bangsa.
“Isu SARA adalah hal yang sensitif, apalagi sebelumnya orang asli Papua pernah menghadapi peristiwa rasial, sekitar 1,5 tahun lalu di Surabaya. Seharusnya kita belajar dari kejadian masa lalu dan tidak lagi melakukan hal yang sama,” kata Wandik.
Simak permintaan maaf Ambroncius Nababan di halaman selanjutnya