InfoPenguasa.com – Mantan anggota BPK atau Badan Pemeriksa Keuangan, Achsanul Qosasi, mengakui telah menyewa sebuah rumah di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, untuk menyimpan uang sebesar Rp40 miliar. Uang tersebut diduga berasal dari hasil pengkondisian proyek pengadaan tower BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1 hingga 5.
Pengakuan ini terungkap dalam sidang lanjutan perkara suap dan pemerasan proyek BTS 4G di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat pada Selasa (14/5/2024). Dalam sidang tersebut, Achsanul menyatakan bahwa ia takut membawa uang dalam jumlah besar tersebut terus-menerus, sehingga memutuskan untuk menyewa rumah di Kemang selama satu tahun.
“Sudah berapa lama sewanya jalan waktu itu?” tanya hakim Fahzal Hendrik dalam persidangan.
“Satu tahun, Yang Mulia,” jawab Achsanul.
Namun, meskipun telah menyewa rumah tersebut, Mantan BPK ini mengakui bahwa rumah itu pada akhirnya tidak dihuni oleh siapapun, termasuk dirinya. Ia menyebut tindakannya itu sebagai perbuatan mubazir.
“Untuk apa sewa rumah di Kemang? Mubazir, Pak. Mubazir itu dekat dengan setan, kata agama kita kalau muslim, kan begitu. Perbuatan mubazir itu kan dekat dengan setan, iya kan?” sentil hakim Fahzal.
“Iya,” jawab Achsanul singkat.
Sebelum menyewa rumah tersebut, Achsanul mengaku selalu membawa uang tersebut ke mana saja dalam mobilnya. Ia menyadari bahwa tindakan tersebut sangat berisiko, namun mengaku tidak memiliki pilihan lain pada waktu itu.
Achsanul juga menyampaikan bahwa sebenarnya ada rencana untuk mengembalikan uang Rp40 miliar tersebut, namun pada akhirnya uang itu tidak pernah dikembalikan. “Enggak punya pilihan. Saya tidak mau mengutak-atik uang itu, makanya betul Pak Sadikin menyampaikan tidak mengambil uang itu karena kita bersepakat uang itu masih utuh, tidak kita kurangi,” jelasnya.
Dalam perkara ini, mantan anggota BPK ini didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menerima suap dan melakukan pemerasan senilai Rp40 miliar terkait kasus korupsi pengadaan proyek tower BTS 4G Bakti Kominfo. Uang tersebut dimaksudkan untuk merekayasa hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) tahun 2022 pada Bakti Kominfo agar tidak terdapat temuan kerugian keuangan negara.
Dalam PDTT tahun 2021 yang sudah terbit sebelumnya, terdapat temuan potensi kerugian keuangan negara. Achsanul dianggap telah melanggar Peraturan BPK No. 4/2018 tentang Kode Etik BPK dan Undang-undang No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi.
Kasus ini menambah daftar panjang skandal korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di Indonesia. Tindakan Achsanul Qosasi dinilai sangat merugikan negara dan mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintahan.
Dalam sidang tersebut, hakim Fahzal Hendrik terus mengkritik tindakan mubazir yang dilakukan oleh Achsanul dengan menyewa rumah mewah di Kemang tanpa ada yang menghuninya. “Perbuatan ini tidak hanya menunjukkan pemborosan, tetapi juga mencerminkan sikap tidak bertanggung jawab terhadap uang negara,” tegas hakim.
Kasus mantan anggota BPK ini menjadi sorotan publik dan menambah urgensi bagi penegak hukum untuk memperketat pengawasan terhadap penggunaan anggaran negara. Diharapkan proses hukum terhadap Achsanul Qosasi dapat memberikan efek jera dan menjadi pelajaran bagi pejabat lain agar tidak melakukan tindakan serupa.
Achsanul Qosasi kini harus menghadapi konsekuensi hukum atas tindakannya. Publik menunggu keputusan pengadilan yang diharapkan dapat memberikan keadilan dan memastikan bahwa setiap pelaku korupsi mendapat hukuman yang setimpal.
Baca juga: KPK Soroti Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran: Potensi Korupsi?
Sumber: Merdeka.