Infopenguasa.com – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi undang-undang. Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna ke-13 masa persidangan II tahun sidang 2024-2025 yang berlangsung di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2025).
Rapat tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, yang didampingi oleh Saan Mustopa dan Cucun Ahmad Syamsurijal. Sejumlah pejabat pemerintah turut hadir, termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung, serta Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi.
Proses Pengesahan
Sebelum pengesahan, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menyampaikan laporan mengenai hasil pembahasan tingkat pertama RUU Minerba. Setelah itu, Adies Kadir mengajukan pertanyaan kepada seluruh anggota DPR terkait persetujuan untuk menjadikan RUU ini sebagai undang-undang.
“Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Undang-Undang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” ujar Adies Kadir.
Serentak, mayoritas anggota DPR yang hadir menyatakan persetujuan, yang kemudian diresmikan dengan ketukan palu sebagai tanda pengesahan.
Sembilan Poin Perubahan dalam UU Minerba
Sebelumnya, Baleg DPR RI bersama pemerintah telah menyetujui revisi UU Minerba dengan memasukkan sembilan poin perubahan. Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba, Martin Manurung, menjelaskan bahwa revisi ini dilakukan guna menyelaraskan aturan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) serta meningkatkan tata kelola pertambangan nasional.
Berikut sembilan poin utama dalam revisi UU Minerba:
- Penyelarasan sejumlah pasal dengan putusan MK, termasuk Pasal 17A, Pasal 22A, Pasal 31A, dan Pasal 169A.
- Revisi Pasal 1 angka 16 yang memperjelas definisi studi kelayakan tambang.
- Penegasan kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri sebelum melakukan ekspor.
- Perubahan terkait mekanisme perizinan usaha dalam Pasal 35 ayat (5), Pasal 51 ayat (4) dan (5), serta Pasal 60 ayat (4) dan (5).
- Penguatan aturan mengenai reklamasi pascatambang dan keterlibatan pemerintah daerah dalam pelaksanaannya (Pasal 100 ayat 2).
- Penguatan program pengembangan masyarakat, terutama bagi komunitas lokal di sekitar kawasan tambang.
- Penerapan audit lingkungan sebagai bagian dari kewajiban pemegang izin tambang (Pasal 169A).
- Ketentuan mengenai pencabutan IUP yang mengalami tumpang tindih dengan wilayah izin lain, berdasarkan evaluasi pemerintah pusat (Pasal 171B).
- Mekanisme pemantauan dan peninjauan berkala terhadap implementasi undang-undang ini (Pasal 174 ayat 2).
Implikasi Pengesahan UU Minerba
Dengan disahkannya revisi UU Minerba, pemerintah berharap dapat meningkatkan tata kelola pertambangan yang lebih transparan dan berkelanjutan. Salah satu tujuan utama perubahan ini adalah memastikan pengelolaan sumber daya mineral dan batu bara yang lebih mengutamakan kepentingan nasional, termasuk memberikan peluang bagi usaha kecil, koperasi, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Meski demikian, beberapa pihak menilai revisi ini perlu diawasi lebih lanjut untuk memastikan implementasi yang sesuai dengan prinsip keadilan dan kelestarian lingkungan. Pengawasan terhadap pelaksanaan reklamasi pascatambang dan keterlibatan masyarakat adat dalam kegiatan pertambangan menjadi beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penerapan undang-undang ini.
Pengesahan UU Minerba ini menandai langkah penting dalam reformasi regulasi sektor pertambangan di Indonesia. Pemerintah dan DPR diharapkan dapat mengawal implementasi aturan baru ini secara efektif agar manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dan industri pertambangan nasional.