InfoPenguasa.com – Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, mengutarakan keprihatinannya terhadap peran Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap telah melampaui kewenangannya. Dalam pandangannya, MK kerap terlibat dalam hal-hal yang seharusnya bukan menjadi urusan lembaga tersebut, menimbulkan pertanyaan serius terkait keseimbangan sistem ketatanegaraan di Indonesia, terkhususnya dalam putusan MK baru-baru ini.
Doli menyatakan bahwa DPR akan melakukan evaluasi mendalam terhadap posisi MK dalam jangka menengah dan panjang. “Kami akan mengevaluasi posisi MK karena memang sudah seharusnya kami meninjau ulang semuanya terkait sistem, mulai dari sistem pemilu hingga sistem ketatanegaraan,” tegas Doli dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta pada Kamis lalu.
Dia menyoroti bahwa MK terlalu banyak mengurus hal-hal teknis yang sebetulnya bukan menjadi tugas utamanya. Salah satu contoh yang disebutnya adalah dalam hal penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada). Menurut Doli, MK seharusnya fokus pada peninjauan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, MK terlibat lebih jauh pada aspek-aspek teknis pilkada, yang dianggap melampaui batas kewenangannya.
“Di samping itu, banyak putusan MK yang mengambil alih kewenangan DPR sebagai pembuat undang-undang. Sesuai konstitusi, yang berhak membuat undang-undang hanyalah pemerintah dan DPR, tetapi sekarang seakan-akan MK menjadi pembuat undang-undang ketiga,” tambahnya dengan nada prihatin.
Lebih lanjut, Doli menyampaikan bahwa DPR akan mempertimbangkan perubahan dalam hierarki tata urutan peraturan perundang-undangan sebagai respons atas putusan-putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Menurutnya, keputusan-keputusan MK sering kali menimbulkan polemik politik dan hukum baru yang harus diakomodasi oleh peraturan teknis. “Misalnya, seperti yang terjadi dengan putusan kemarin, saat DPR mencoba menempatkan sesuatu sesuai undang-undang, malah muncul demonstrasi mahasiswa dan kecurigaan,” ujar Doli.
Pernyataan Doli ini mengindikasikan adanya ketidakpuasan yang mendalam di kalangan DPR terhadap putusan-putusan MK yang dinilai tidak hanya melampaui batas kewenangan, tetapi juga menciptakan ketidakseimbangan dalam sistem ketatanegaraan. Dia pun menegaskan pentingnya melakukan penyempurnaan terhadap semua sistem, baik itu sistem pemilu, kelembagaan, maupun ketatanegaraan.
“Kami perlu melakukan penyempurnaan semua sistem, baik pemilu, kelembagaan, dan ketatanegaraan,” tandasnya.
Baca juga: Pertemuan Anies dan PDIP, PKS Tegaskan Tidak Akan Mundur di Pilkada Jakarta 2024
Kontroversi Putusan MK dan Dampaknya
Pada Selasa (20/8) lalu, MK membuat keputusan kontroversial melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan tersebut membatalkan Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada dan menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada inkonstitusional bersyarat. Dengan putusan ini, MK membuka peluang bagi partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD untuk mencalonkan pasangan calon kepala daerah, berdasarkan perolehan suara sah dalam pemilu di daerah terkait, dengan persentase mulai dari 6,5 hingga 10 persen.
Selain itu, melalui Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menegaskan bahwa syarat usia calon kepala daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada, harus dihitung sejak penetapan pasangan calon.
Putusan-putusan ini dianggap oleh beberapa kalangan sebagai bentuk intervensi MK dalam proses politik yang seharusnya menjadi domain eksklusif DPR dan pemerintah. Keterlibatan MK dalam urusan yang dinilai teknis ini menambah keruwetan dalam pelaksanaan pilkada, yang pada akhirnya memicu polemik dan potensi konflik di lapangan.
Pandangan kritis ini sejalan dengan kekhawatiran Doli bahwa MK telah mengambil alih peran yang seharusnya dipegang oleh DPR. Dengan demikian, evaluasi terhadap posisi MK, sebagaimana diusulkan oleh Doli, dianggap penting untuk menjaga keseimbangan kekuasaan dan menjamin berjalannya sistem ketatanegaraan sesuai dengan konstitusi.
Dalam suasana ketidakpastian dan ketegangan politik yang meningkat, usulan evaluasi terhadap MK ini diharapkan bisa menjadi langkah awal untuk memperbaiki sistem ketatanegaraan yang semakin rumit dan penuh intrik.
Sumber: Antaranews.