Infopenguasa.com – Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat, Dedy Mandarsyah, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (30/1/2025) di Gedung Merah Putih, Jakarta. Kehadirannya untuk memberikan klarifikasi terkait sejumlah aset yang diduga belum tercantum dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) memunculkan pertanyaan terkait transparansi pejabat publik.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, membenarkan agenda klarifikasi tersebut. “Hari ini sedang diklarifikasi di Gedung Merah Putih,” ujar Pahala saat dihubungi. Namun, ia tidak memberikan rincian lebih lanjut terkait aset yang diperiksa. Pahala menyebut langkah selanjutnya akan ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan. “Tergantung hasilnya saja,” imbuhnya.
Dedy yang keluar dari Gedung KPK sekitar pukul 19.29 WIB tampak mengenakan kemeja putih, jaket hitam, serta membawa tas ransel besar. Saat dicegat awak media, ia awalnya enggan memberikan komentar terkait proses klarifikasi tersebut. Namun, ia bersikeras bahwa seluruh asetnya telah dilaporkan ke KPK.
“Enggak ada, semuanya sudah saya laporkan,” klaim Dedy. Pernyataan tersebut justru menimbulkan pertanyaan lebih lanjut, mengingat aset yang diklarifikasi mencakup rumah, kendaraan, serta dugaan kepemilikan dua usaha keluarga berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan butik.
Saat ditanya mengenai kepemilikan usaha tersebut, Dedy berdalih bahwa bisnis tersebut bukan miliknya secara langsung. “Sudah (aset rumah dan kendaraan), itu yang SPBU sama butik. Itu bukan punya saya, punya dari orang tua,” ujarnya.
Selain sorotan terkait aset yang belum jelas pelaporannya, Dedy Mandarsyah diketahui merupakan ayah dari Koas Lady, yang pernah terlibat kasus hukum terkait kekerasan beberapa waktu lalu. Kasus tersebut sempat menjadi perhatian publik dan turut mencoreng nama keluarga Dedy. Kondisi ini semakin memperumit citra Dedy sebagai pejabat publik yang diharapkan menjunjung tinggi integritas dan transparansi.
Sikap Dedy yang enggan terbuka terkait detail aset menambah kesan negatif terhadap klarifikasi yang berlangsung. Hingga berita ini ditulis, belum ada kejelasan apakah terdapat ketidaksesuaian pelaporan dalam LHKPN-nya. Langkah KPK untuk melakukan klarifikasi lebih lanjut menunjukkan adanya potensi pelanggaran aturan pelaporan harta kekayaan yang wajib dipenuhi pejabat publik.
Pengamat kebijakan publik menilai bahwa ketidakterbukaan dalam pelaporan aset oleh pejabat negara dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah. “Ketika pejabat publik seperti Dedy Mandarsyah tidak dapat memastikan transparansi harta kekayaannya, ini menjadi preseden buruk yang dapat memicu spekulasi adanya praktik-praktik tidak sehat dalam pemerintahan,” ujar seorang pengamat yang enggan disebutkan namanya.
Setelah sesi klarifikasi, Dedy mengaku ingin segera pulang menggunakan taksi. Namun, ia tampak kebingungan mencari jalan keluar dari Gedung KPK dan menemukan transportasi. “Saya mau pulang, taksi bagaimana ya. Bingung saya keluarnya,” ungkap Dedy kepada wartawan.
Momen tersebut mempertegas situasi yang tidak terkendali bagi seorang pejabat yang seharusnya memiliki sikap tenang dan profesional dalam menghadapi pemeriksaan lembaga penegak hukum. Saat dicecar pertanyaan tambahan mengenai asetnya, Dedy hanya memberikan jawaban singkat bahwa KPK akan melakukan konfirmasi ulang. “Nanti konfirmasi ulang,” katanya singkat.
Kasus ini menyoroti pentingnya integritas dan transparansi pejabat publik dalam menjalankan tugasnya. Klarifikasi yang dilakukan KPK terhadap Dedy Mandarsyah seharusnya menjadi momentum bagi pejabat lainnya untuk lebih terbuka dan mematuhi aturan pelaporan kekayaan yang berlaku.
Publik menunggu hasil pemeriksaan KPK terkait kasus ini. Jika ditemukan adanya pelanggaran, langkah tegas diperlukan untuk menjaga kredibilitas lembaga pemerintah dan memastikan bahwa pejabat publik bertanggung jawab atas harta kekayaan mereka secara transparan.