InfoPenguasa.com – Pebisnis kenamaan Jusuf Hamka, yang juga dikenal sebagai Babah Alun, mengumumkan pengunduran dirinya dari kepengurusan Partai Golkar dan dari kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Keputusan ini disampaikan Hamka setelah Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto, terlebih dahulu menyatakan pengunduran dirinya pada Minggu pagi, 11 Agustus 2024.
“Saya mundur dari semuanya,” tegas Hamka dalam wawancara singkatnya dengan Tempo melalui sambungan telepon pada Minggu malam, 11 Agustus 2024.
Keputusan Jusuf Hamka untuk mundur dari Pilkada, terutama dari pencalonannya sebagai calon wakil gubernur Jawa Barat, menimbulkan spekulasi tentang ketidakstabilan di internal Partai Golkar. Hamka sebelumnya diprioritaskan untuk maju sebagai calon wakil gubernur mendampingi Dedi Mulyadi dalam Pilkada Jawa Barat. Namun, dengan pengunduran diri ini, Hamka tampaknya ingin menunjukkan solidaritasnya terhadap Airlangga, yang mendadak mundur dari kursi ketua umum.
“Cagub-cawagub Jakarta saya mundur. Kalau cawagub Jawa Barat baru instruksi lisan. Saya juga mundur,” ujar Hamka, seakan mengisyaratkan adanya permasalahan yang lebih besar di balik layar.
Langkah Hamka untuk tidak mempersoalkan kehilangan tiket Pilkada dianggap sebagai sinyal kuat bahwa ada masalah serius yang melanda partai berlambang pohon beringin ini. Ia dengan tegas menyatakan, “Buat saya enggak sayang (kehilangan kesempatan). Begitu ada temen saya terpuruk, saya enggak perlu tiket (pilkada).”
Keputusan Hamka untuk mundur demi menemani Airlangga dalam masa sulit ini menimbulkan pertanyaan di kalangan publik dan pengamat politik. Menurut Hamka, persahabatannya dengan Airlangga lebih penting daripada sekadar mengejar jabatan. Hal ini ia tegaskan dengan kutipan, “When my bestfriend is hurt, I hurt. When my bestfriend is sad, I would be sad (Ketika sahabat saya terluka, saya juga terluka. Ketika sahabat saya bersedih, saya juga akan merasakannya).”
Baca juga: Mengenal Golden Visa dan Family Office, Dua Konsep Penting Investasi Global
Namun, pengunduran diri ini juga mengundang kecurigaan tentang adanya kekuatan besar yang mungkin memaksa Airlangga untuk melepaskan jabatan strategis tersebut. “Saya enggak tahu apa masalah yang membuatnya mundur. Mungkin ada kekuatan besar yang meminta dia mengundurkan diri,” ucap Hamka penuh teka-teki.
Selain faktor solidaritas, Hamka juga menyebutkan alasan keluarga sebagai salah satu penyebab pengunduran dirinya. “Saya mau mendampingi keluarga, karena sudah mau punya cucu pada September,” katanya. Alasan ini terdengar logis, namun mengingat konteks politik yang sedang panas, banyak yang mempertanyakan apakah ini alasan yang sebenarnya atau hanya pelarian dari situasi yang lebih kompleks.
Hamka mengungkapkan bahwa ia akan melayangkan surat pengunduran diri secara resmi pada Senin, 12 Agustus 2024. Ia berencana menemui Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Lodewijk Freidrich Paulus, pada pukul 10.00 WIB untuk menyerahkan surat tersebut.
Pengunduran diri Airlangga Hartarto dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar pada Sabtu, 10 Agustus 2024, seolah menjadi awal dari rangkaian peristiwa yang mengguncang partai besar ini. Airlangga menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan berbagai pertimbangan, salah satunya adalah untuk menjaga keutuhan partai.
Namun, pengamat politik menilai bahwa langkah ini justru bisa menandai awal dari krisis yang lebih besar dalam tubuh Golkar. Airlangga, yang menjabat sebagai Ketua DPP Golkar periode 2009-2015 dan terpilih kembali sebagai Ketua Umum pada 2017 hingga 2024, seharusnya menyelesaikan masa jabatannya melalui Musyawarah Nasional Golkar yang dijadwalkan berlangsung pada Desember 2024 mendatang. Namun, ia justru memilih mundur lebih awal, pada Sabtu malam, 10 Agustus 2024.
“Maka dengan mengucapkan Bismillahirrohmanirrohim serta atas petunjuk Tuhan Yang Maha Besar, maka dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar,” ujar Airlangga dalam pernyataannya yang disiarkan luas.
Keputusan Airlangga dan Hamka untuk mundur secara bersamaan tentu membawa implikasi besar bagi Golkar. Partai ini sekarang harus menghadapi tantangan untuk menemukan pemimpin baru di tengah ketidakpastian yang melanda. Beberapa nama telah muncul sebagai kandidat potensial untuk menggantikan Airlangga, namun proses transisi ini diperkirakan tidak akan berjalan mulus, mengingat berbagai dinamika yang ada.
Keputusan dua tokoh penting ini untuk mundur dari posisi strategis mereka, terutama menjelang Pilkada Serentak 2024, bisa memperlemah posisi Golkar dalam percaturan politik nasional. Jika tidak segera ditangani dengan bijak, Golkar mungkin akan kehilangan momentum dan dukungan yang diperlukan untuk tetap menjadi salah satu kekuatan politik utama di Indonesia.
Dengan mundurnya Airlangga Hartarto dan Hamka, Golkar kini berada di persimpangan jalan. Apakah partai ini mampu bangkit dari krisis internalnya dan tetap relevan dalam kancah politik Indonesia, atau justru akan semakin terpuruk? Hanya waktu yang bisa menjawabnya, namun yang pasti, keputusan ini telah membuka babak baru dalam sejarah panjang Golkar yang penuh dengan dinamika dan tantangan.
Sumber: Tempo.