Infopenguasa.com – Indonesia Strategic & Defence Studies (ISDS) menyoroti penunjukan Djamari Chaniago sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polkam) oleh Presiden Prabowo Subianto. Langkah ini dinilai memperlihatkan kuatnya pertimbangan senioritas dalam tradisi militer serta adanya hubungan personal yang cukup panjang antara keduanya.
Peneliti ISDS Edna Caroline menilai, jabatan Menko Polkam menuntut sosok dengan pengalaman panjang dan kedudukan senior, mengingat perannya sebagai koordinator bagi berbagai institusi strategis. “Dengan pemberian jabatan Jenderal Kehormatan, Djamari memiliki legitimasi untuk memimpin koordinasi dengan TNI, Polri, maupun Kementerian Pertahanan, yang didukung pula oleh posisi Wakil Menhan dan Sekretaris Menko Polkam dari kalangan purnawirawan perwira tinggi,” jelasnya.
Edna menambahkan, pengangkatan Djamari juga menunjukkan bahwa Presiden Prabowo tidak menjadikan masa lalu sebagai hambatan politik. Ia menyinggung bahwa Djamari pernah menjabat sebagai Sekretaris Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang memberi rekomendasi pemecatan Prabowo dari ABRI pada 1998. Meski demikian, kini keduanya berada dalam satu lingkaran kerja sama politik.
Hubungan pribadi Prabowo dan Djamari terjalin sejak masa pendidikan di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri). Prabowo yang awalnya masuk Akabri tahun 1973 kemudian bergabung dengan angkatan 1974, sementara Djamari merupakan lulusan 1971 yang kala itu menjadi pengasuh. Kedekatan tersebut membuat hubungan keduanya terjalin erat, terlebih Djamari pernah memimpin Prabowo saat mereka sama-sama berada di lingkungan akademi militer.
Usai era reformasi, Djamari juga tercatat bergabung dengan Partai Gerindra, partai yang didirikan Prabowo. Menurut pengamat, hal tersebut menandai adanya rekonsiliasi personal dan politik antara kedua tokoh.
Namun, Edna memberikan catatan kritis terkait dinamika baru di lingkungan Polkam. Dengan posisi strategis yang kini diisi oleh tokoh-tokoh dari latar belakang militer generasi 1970-an, terdapat potensi kesamaan pandangan yang dominan dalam proses pengambilan keputusan. Situasi ini dinilai dapat mengurangi ruang bagi perbedaan perspektif dalam merumuskan kebijakan strategis.
Sebelumnya, kehadiran Budi Gunawan sebagai Menko Polkam dinilai memberi warna berbeda karena berasal dari purnawirawan Polri. Oleh karena itu, diharapkan koordinasi bidang politik, hukum, dan keamanan tetap mengedepankan keterbukaan serta diskusi lintas perspektif agar tidak hanya berporos pada satu latar belakang tertentu.
Penunjukan Djamari sebagai Menko Polkam sekaligus menandai pentingnya aspek loyalitas, pengalaman panjang, dan jaringan personal dalam struktur pemerintahan saat ini. Isu senioritas militer yang mengemuka menjadi sorotan utama, namun ekspektasi publik tetap tertuju pada sejauh mana langkah ini dapat memperkuat stabilitas politik dan keamanan nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.








