InfoPenguasa.com – Sidang pemilihan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI periode 2024-2029 yang berlangsung pada Senin malam berujung kericuhan. Ketegangan ini dipicu oleh ketidaksepahaman di antara anggota DPD terkait mekanisme pemilihan yang ditetapkan oleh pimpinan sidang. Suasana yang awalnya diperkirakan akan berjalan lancar, justru berubah menjadi kacau dan tegang akibat perbedaan pandangan mengenai tata cara pemilihan ketua.
Permasalahan bermula saat pimpinan sidang mengumumkan bahwa setiap calon ketua harus memperoleh dukungan minimal 25% dari 38 wilayah yang dibagi menjadi wilayah timur dan barat. Aturan ini langsung menimbulkan ketidakpuasan di kalangan sejumlah anggota DPD. Beberapa anggota menilai bahwa syarat tersebut tidak mencerminkan representasi yang adil, sehingga memicu perdebatan sengit di tengah-tengah sidang.
Ketidakpuasan ini tampak jelas saat sejumlah anggota DPD mulai melayangkan protes terhadap pimpinan sidang. Mereka merasa bahwa aturan tersebut memberatkan sebagian calon yang mungkin memiliki basis dukungan kuat di satu wilayah saja, namun tidak di wilayah lainnya. Salah satu anggota yang enggan disebutkan namanya mengatakan, “Aturan ini tidak adil dan diskriminatif. Seharusnya pemilihan ketua didasarkan pada jumlah dukungan keseluruhan, bukan dibagi wilayah seperti ini.”
Pimpinan sidang tetap bersikeras mempertahankan aturan tersebut meski mendapat banyak tentangan. Langkah ini dianggap oleh beberapa anggota sebagai tindakan sepihak yang tidak memberikan kesempatan bagi perdebatan yang lebih mendalam. Akibatnya, ketegangan di dalam ruangan terus meningkat.
Memasuki malam, situasi semakin memanas. Ketegangan di dalam ruangan terlihat semakin meningkat hingga suasana tidak lagi terkendali. Pada pukul 22.00 WIB, beberapa anggota DPD terlihat meninggalkan tempat duduk mereka dan menghampiri meja anggota lain untuk menyampaikan protes secara langsung. Adu mulut tak terhindarkan, dan suara perdebatan keras terdengar di seluruh ruangan sidang.
Baca juga: Prabowo Subianto Siapkan Kabinet Baru dengan 44 Kementerian
Pimpinan sidang yang melihat situasi semakin tidak terkendali akhirnya memutuskan untuk memanggil tim keamanan guna meredam kericuhan. Namun, upaya ini dinilai terlambat, karena suasana sidang sudah terlanjur kacau. Beberapa anggota bahkan memilih meninggalkan sidang sebelum acara ditutup secara resmi.
Sejumlah anggota DPD RI yang tidak puas menyampaikan kritik tajam terhadap pimpinan sidang. Mereka menilai pimpinan tidak bijaksana dalam menangani perbedaan pendapat yang muncul selama sidang. Seorang anggota DPD menyatakan, “Pimpinan seharusnya membuka ruang diskusi yang lebih luas, bukan memaksakan aturan yang jelas-jelas ditolak oleh banyak anggota.”
Kritikan ini juga datang dari kalangan luar. Pengamat politik menilai insiden ini mencerminkan lemahnya mekanisme pemilihan dalam tubuh DPD. Menurut mereka, perdebatan yang terjadi semestinya bisa dihindari jika pimpinan sidang mampu mengakomodasi pandangan yang berbeda dengan cara yang lebih diplomatis. Situasi seperti ini hanya akan merusak citra lembaga di mata publik.
Publik tentu merasa prihatin dengan situasi yang terjadi. Sebagai lembaga yang seharusnya mewakili kepentingan daerah, DPD RI diharapkan dapat bekerja dengan lebih harmonis. Namun, insiden ini menunjukkan sebaliknya, memperlihatkan perpecahan dan ketidaksepahaman yang justru menodai proses demokrasi di dalam lembaga tersebut.
Dengan adanya ketegangan ini, belum ada kepastian mengenai kelanjutan proses pemilihan Ketua DPD RI. Sejumlah anggota mengusulkan agar dilakukan pembahasan ulang mengenai aturan pemilihan, sementara yang lain mendesak agar pemilihan diulang dengan mekanisme yang lebih adil dan dapat diterima semua pihak.
Namun, satu hal yang pasti, insiden kericuhan ini telah mencoreng citra DPD di mata publik. Jika tidak ada perbaikan dalam hal mekanisme dan pengelolaan perbedaan pendapat, kemungkinan kericuhan serupa bisa terjadi di masa mendatang, mengingat perdebatan yang tidak tuntas dan aturan yang masih dipersoalkan oleh sebagian besar anggota.
Sidang pemilihan Ketua DPD RI 2024-2029 yang seharusnya menjadi momen demokrasi penting, justru berakhir dengan kegaduhan. Ketidaksepahaman terkait aturan pemilihan menjadi pemicu utama kericuhan tersebut. Meski sudah ada upaya dari pimpinan sidang untuk mengatasi situasi, ketegangan tetap berlanjut dan merusak jalannya sidang. Langkah perbaikan diperlukan agar insiden serupa tidak terulang di masa depan.