Jakarta – Penggunaan influencer dalam kampanye politik bukanlah fenomena baru, tetapi keberadaan mereka dalam promosi Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur telah meningkatkan pertanyaan seputar efektivitas dan dampaknya terhadap opini publik. Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang para influencer media sosial ternama untuk bergabung bersamanya dalam kunjungan ke IKN, memicu diskusi di antara para ahli komunikasi dan pengamat politik tentang relevansi dan urgensi langkah ini.
Mantan Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta (IISIP), Jamiluddin Ritonga menganggap kehadiran influencer bersama Presiden Jokowi agak aneh dan mengejutkan, “Tidak jelas relevansi dan urgensi kehadiran influencer dengan rencana Jokowi berkantor tiga hari di IKN,” ucap Jamiluddin. Ia menawarkan analisis bahwa ada dua alasan di balik keputusan ini, “Pertama, influencer dilibatkan untuk meng-counter isu negatif terkait IKN… Kehadiran influencer diharapkan dapat meng-counter semua isu negatif tersebut.” Alasan kedua, menurutnya adalah untuk mengemas konten agar masyarakat mendukung IKN, mengingat dukungan publik yang relatif rendah terhadap proyek tersebut.
Dalam kunjungan terakhir ini, beberapa nama besar seperti Raffi Ahmad, Nagita Slavina, Atta Halilintar, dan nama lain hadir untuk menaiki motor bersama Presiden melintasi Jembatan Pulau Balang dan menghadiri berbagai acara. Meskipun tidak disebutkan alasan spesifik mengapa influencer tersebut diundang, Raffi Ahmad mengaku telah diberi tur di sekitar Istana dan mengungkapkan dukungannya terhadap proyek pembangunan IKN sebagai “kebanggaan monumental.”
Ujang Komarudin, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, memandang langkah ini sebagai tanda kepanikan Presiden Jokowi dan usaha untuk membangun citra positif di sisa masa jabatannya. “Kelihatannya Jokowi menggunakan cara-cara instan untuk membangun berita positif dan baik kepada publik (terkait IKN),” tuturnya. Dengan para influencer yang cenderung membuat testimoni positif, ditakutkan akan terjadi disparitas informasi apabila kenyataan pembangunan IKN tidak sejalan dengan narasi yang dihasilkan.
Strategi marketing politik digital melalui endorsement selebriti dan influencer telah menjadi tren di banyak negara, termasuk Indonesia. Pada gilirannya, figur publik ini menjadi semacam ‘brand ambassador politik’, guna meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Terlebih dalam konteks IKN, presiden tampaknya mengandalkan kekuatan endorsement dari tokoh-tokoh ini untuk mengkompensasi kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan soal IKN yang bersifat top down.
Namun, Jamiluddin juga mengingatkan para influencer untuk mempertimbangkan secara matang sebelum menerima ‘orderan’ yang mungkin tidak sesuai dengan pendirian pengikutnya di media sosial, “Hal itu tentu bak simalakama bagi influencer… Sebab tidak semua orderan yang akan dikemas dalam konten akan sesuai dengan sikap awal pengikutnya.”
Dalam kampanye digital di Indonesia, dampak media sosial dan kecenderungan opini publik mengikuti narasi yang dibentuk oleh publik figur tidak dapat dianggap remeh. Seiring berjalannya waktu, akan menjadi lebih jelas apakah penggunaan influencer dalam konteks promosi IKN dan proyek pemerintah lainnya berhasil membuahkan hasil yang diinginkan, atau sebaliknya, menjadi bumerang yang memunculkan antipati lebih lanjut dari rakyat.