InfoPenguasa.com – Ketegangan di Mahkamah Konstitusi (MK) semakin memuncak dengan pernyataan Hakim MK, Arief Hidayat, terkait kemungkinan pemanggilan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang sengketa Pilpres 2024. Dalam pernyataannya, Arief menegaskan bahwa panggilan terhadap Jokowi merupakan langkah yang kurang patut, mengingat Jokowi memiliki status ganda sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Arief, yang telah berperan dalam tiga persidangan sengketa Pilpres dan Pileg sebelumnya, mengklaim memiliki pemahaman yang mendalam tentang masalah ini. “Saya kebetulan hakim konstitusi di antara kita bersembilan itu yang terlibat mengadili Pilpres dan Pileg tiga kali. Jadi saya mempunyai pemahaman yang agak komprehensif mendalam,” ujar Arief di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2024).
Menurut Arief, tingkat kehebohan sengketa Pemilu kali ini melampaui yang terjadi pada Pemilu sebelumnya, dengan menyentuh aspek pelanggaran etik di MK dan oleh penyelenggara Pemilu seperti KPU. Dia bahkan mengungkit dugaan campur tangan Jokowi dalam proses Pemilu. “Nah yang terutama mendapat perhatian yang sangat luas dan kemudian didalilkan oleh pemohon itu cawe-cawenya kepala negara,” katanya.
Namun, Arief menyoroti ketidakpatutan memanggil Jokowi ke MK. Menurutnya, tindakan ini kurang sesuai mengingat posisi Jokowi sebagai simbol negara. “Apa iya kita memanggil kepala negara, Presiden RI? Kelihatannya kurang elok karena presiden sekaligus kepala negara dan kepala pemerintahan,” tandas Arief.
Oleh karena itu, MK memilih untuk memanggil para pembantu Presiden sebagai pengganti. Hal ini diharapkan dapat memberikan klarifikasi atas berbagai dalil yang diajukan oleh pihak pemohon. “Kalau hanya sekedar kepala pemerintahan akan kita hadirkan di persidangan ini, tapi karena presiden sebagai kepala negara, simbol negara, yang harus kita junjung tinggi oleh semua stakeholder maka kita memanggil para pembantunya. Dan pembantunya ini yang terkait dengan dalil pemohon,” papar Arief.
Pernyataan Arief ini menegaskan bahwa MK berusaha menjaga kesakralan jabatan presiden, meskipun berbagai isu sengketa dan kontroversi terus menghantui jalannya proses demokrasi di Indonesia. Dengan memilih untuk tidak memanggil Jokowi secara langsung, MK berupaya untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan hukum dan stabilitas politik di negeri ini.
Baca juga: Adu Strategi di Sidang MK, Ini Tim Hukum Capres Cawapres dalam Sengketa Pilpres!
Sumber: Detik.