Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani Aher mengaku tak habis pikir terhadap peraturan pemerintah soal tes polymerase chain reaction (PCR) sebagai syarat perjalanan yang berubah-ubah.
Ia bahkan mencatat, pemerintah telah mengubah aturan terkait PCR sebagai syarat perjalanan hingga lima kali dalam satu minggu.
“Awalnya wajib untuk seluruh penerbangan, lalu berubah hanya untuk Jawa-Bali, dan sekarang berubah jadi tidak wajib PCR. Masa berlakunya juga berubah menjadi tiga hari. Penetapannya juga demikian, dari dikatakan hanya moda transportasi udara, lalu mau diterapkan di seluruh jenis transportasi,” kata Netty kepada Kompas.com, Rabu (3/11/2021).
“Ada apa ini, kok kebijakan seperti main-main,” ucap dia.
Berkaca pada aturan yang berubah lebih dari satu kali, Netty meminta pemerintah membuat kebijakan penanganan Covid-19 dengan pertimbangan yang matang.
Ia juga mendorong pemerintah membuat kebijakan yang berbasis saintifik, apalagi jika berimbas pembebanan pada rakyat.
“Pertimbangkan setiap kebijakan dengan matang karena yang akan menanggung bebannya adalah rakyat. Jelaskan alasan secara jujur dan transparan. Jangan bersikap seolah menganggap rakyat bisa dibodohi,” ucap Netty.
Menurut dia, peraturan yang berubah-ubah dalam waktu singkat mencerminkan buruknya koordinasi pemerintah lintas sektoral.
“Jika koordinasi pemerintah buruk, maka peraturan akan mudah dipermainkan. Kementerian satu bilang A dan kementerian lainnya bilang B. Rakyat lah yang bingung dan dirugikan,” tutur dia.
Netty prihatin jika ada sesuatu di balik tidak ajegnya sikap pemerintah soal tes PCR.
Ia pun khawatir akan adanya kepentingan bisnis yang disembunyikan pemerintah jika aturan terkait PCR terus berubah.
“Bukankah kita sudah sepakat bahwa penanganan pandemi Covid-19 harus berorientasi kepada kepentingan rakyat banyak? Pemerintah harus tegas bersikap pada pihak-pihak yang mengambil keuntungan dengan memanfaatkan previlege-nya,” kata Netty.
Di sisi lain, Netty menyoroti aturan terbaru Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun 2021 yang mewajibkan PCR/antigen bagi pelaku perjalanan darat dengan kendaraan pribadi menempuh perjalanan lebih dari 250 kilometer.
Ia mempertanyakan teknis dari penerapan aturan tersebut di lapangan, terutama soal pengawasan.
“Bagaimana implementasi di lapangan, bagaimana pengawasannya? Apakah dengan mengisi formulir tujuan dan melaporkannya pada Satgas? Ini harus jelas sebelum diterapkan. Jangan membuat aturan yang menambah beban dan kebingunan rakyat,” kata dia.
Sejumlah kebijakan baru terkait tes PCR atau Antigen kembali dikeluarkan pemerintah dalam seminggu ke belakang.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah memperbolehkan penggunaan tes swab antigen sebagai syarat naik pesawat terbang di Jawa dan Bali.
Muhadjir pun menegaskan, pembaruan ini sama dengan aturan naik pesawat terbang di luar Jawa dan Bali yang juga memperbolehkan syarat swab antigen.
“Tetapi cukup memakai antigen,” ujar Muhadjir dalam keterangan pers secara virtual usai rapat evaluasi PPKM, Senin (1/11/2021).
Sementara itu, Kemenhub menerbitkan aturan baru tentang petunjuk pelaksanaan perjalanan orang dalam negeri dengan transportasi darat pada masa pandemi Covid-19.
Aturan itu tertuang dalam SE Nomor 90 Tahun 2021, revisi atas SE Menteri Perhubungan Nomor 86 Tahun 2021.
SE tersebut mengatur dokumen yang wajib dibawa pelaku perjalanan darat yang menempuh jarak minimal 250 kilometer atau 4 jam perjalanan, yakni kartu vaksin dan hasil negatif tes RT PCR atau antigen.
“Para pelaku perjalanan jauh dengan moda transportasi darat dan penyeberangan dengan ketentuan jarak minimal 250 km atau waktu perjalanan 4 jam dari dan ke Pulau Jawa dan Bali wajib menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi melalui keterangan tertulis, Minggu (31/10/2021).