HONG KONG, investor.id – Pemerintah Hong Kong mengesahkan undang-undang (UU) imigrasi baru pada Rabu (28/4), yang isinya mencakup kewenangan untuk menghentikan warga memasuki atau meninggalkan kota semi-otonom tersebut. Hal ini meningkatkan kekhawatiran bahwa larangan keluar ala Tiongkok daratan yang dapat diterapkan di Hong Kong.
Menurut laporan, UU tersebut sudah melewati badan legislatif – yang kini tidak lagi memiliki oposisi. Ini mengingat Tiongkok telah berusaha membatalkan perbedaan pendapat, dan membuat kota semi-otonom lebih menyerupai daratan otoriter pasca aksi protes demokrasi yang besar dan sering kali disertai kekerasan.
Menanggapi ketentuan-ketentuan dalam UU itu, para aktivis, pengacara, dan beberapa tokoh bisnis pun menyuarakan kewaspadaannya. Termasuk, soal ketentuan yang memungkinkan kepala imigrasi kota melarang warga menaiki pesawat ke dan dari kota. Bahkan larangan ini tidak memerlukan perintah pengadilan dan tidak ada jalan lain untu mengajukan banding.
Asosiasi Golongan Pengacara Hong Kong (HKBA) mengingatkan, kata-kata dalam UU tersebut tampaknya bakal memberikan kekuasaan tak terkekang kepada direktur imigrasi.
Para aktivis perburuhan dan kritikus hukum menambahkan, bahwa dewan legislatif telah mengabaikan kekhawatiran atas kata-kata luas undang-undang tersebut. Mereka juga mengkhawatirkan larangan keluar sekarang, yang dapat diterapkan di Hong Kong.
“Ketika mereka memiliki kekuatan ini, kekuasaan absolut, Anda tidak tahu kepada siapa mereka akan menggunakannya,” ujar pengacara Chow Hang Tung dari Aliansi pro-demokrasi Hong Kong, kepada wartawan setelah UU disahkan pada Rabu, yang dikutip AFP.
Di sisi lain, Pemerintah Hong Kong menyatakan bahwa UU imigrasi diperlukan untuk mengatasi tumpukan klaim non-refoulement atau pemulangan paksa, dan untuk menyaring imigran ilegal sebelum berangkat menuju kota.
“(UU) Ini hanya akan berlaku untuk penerbangan yang menuju ke Hong Kong,” kata Biro Keamanan.
Namun, kata-kata dalam UU tersebut tidak membatasi kekuasaan untuk kedatangan penerbangan atau imigran. Sedangkan para ahli hukum mengatakan, bahwa UU juga dapat digunakan terhadap siapa pun yang pergi atau tiba di Hong Kong.
Pasalnya, yang disebut sebagai larangan keluar, sering digunakan Tiongkok daratan terhadap para aktivis yang menantang pihak berwenang. Larangan itu turut memengaruhi tokoh-tokoh bisnis.
Salah satu contoh baru-baru ini adalah yang dialami Richard O’Halloran. Dia merupakan seorang warga negara Irlandia yang tidak dapat meninggalkan Shanghai selama dua tahun, karena sengketa hukum yang melibatkan pemilik perusahaan Tiongkok yang berbasis di Dublin, tempat dia bekerja.
Pergerakan Otoriter
Di bawah arahan Tiongkok, Pemerintah Hong Kong telah berubah menjadi lebih otoriter sejak pecah aksi protes besar 2019. Keyakinan akan jaminan resmi bahwa Hong Kong tidak menjadi seperti daratan utama telah diguncang oleh tindakan keras baru-baru ini. Negeri Tirai Bambu itu memberlakukan undang-undang keamanan nasional besar-besaran di Hong Kong pada tahun lalu, dengan alasan guna mengembalikan stabilitas dan tidak akan memengaruhi kebebasan.
Tetapi kata-katanya yang luas dan penerapan UU selanjutnya telah mengkriminalisasi banyak perbedaan pendapat. Dan secara radikal mengubah kota yang dulunya pluralistik secara politik. Banyak dari tokoh pro-demokrasi terkemuka Hong Kong yang ditangkap, ditahan atau melarikan diri ke luar negeri.
Editor : Happy Amanda Amalia (happy_amanda@investor.co.id)