Pemerintahan otoriter itu tentu pemerintahan yang tidak demokratis
Lebak (ANTARA) – Pengamat politik dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Setia Budhi Rangkasbitung Harist Hijrah Wicaksana menyatakan peran oposisi sangat penting untuk mencegah pemerintahan yang otoriter.
“Pemerintahan otoriter itu tentu pemerintahan yang tidak demokratis,” kata Ketua STISIP Setia Budhi Rangkasbitung Harist Hijrah Wicaksana, di Lebak, Banten, Minggu.
Menurut dia, Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode kedua 2019-2024 dinilai semakin kuat, karena didukung 80 persen partai koalisi.
Kekuatan partai koalisi tersebut, tentunya bagi Jokowi dapat memanfaatkan momentum ini, sehingga dalam mengambil keputusan di parlemen berjalan dengan baik.
Bahkan, kebijakan pemerintah nyaris tidak ada penolakan maupun gejolak di parlemen, termasuk pimpinan DPR RI.
Sebab, katanya pula, kekuatan partai oposisi hanya 20 persen dan tidak begitu kuat, yaitu dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.
Ia mengatakan lagi, kekuatan politik Jokowi tentu dikhawatirkan jika tidak dibarengi dengan oposisi dan kritikan dari beberapa elemen.
Artinya, kata dia, tidak adanya kritikan dan oposisi itu tentu akan melemahkan pemerintahan.
Tanpa kritik dari oposisi, pemerintah bisa saja menjalankan semaunya dalam mengeluarkan kebijakan, dan itu bisa mengarahkan pada pemerintahan otoriter.
Karena itu, Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin yang sekarang kuat di eksekutif dan legislatif sangat penting diimbangi adanya kritikan dari para aktivis maupun akademisi.
“Saya kira kritikan itu harus ada untuk mengoreksi kebijakan pemerintah yang dinilai nyeleneh,” kata dosen Untirta Serang itu pula.
Baca juga: Mahfud: Pemerintah tidak alergi terhadap kritik
Baca juga: JK: “Check and Balance” penting dalam pemerintahan demokratis
Pewarta: Mansyur suryana
Editor: Budisantoso Budiman
COPYRIGHT © ANTARA 2021